Puisi Pilihan
Aku Terus Berjalan
Tjak S. Parlan
Aku terus berjalan
dan merasa belum pernah sampai padamu.
Setiap persinggahan adalah siasat menyusun rencana
ke jalan-jalan berikutnya.
Aku terus berjalan
karena yang pernah kita miliki tak akan selamanya
menetap. Mungkin tak pernah benar-benar ada
tempat pulang bagi yang tak ingin menetap.
Aku terus berjalan
mungkin karena aku ingin terus berjalan
ke taman, ke pasar, ke tempat-tempat pertunjukan
dan pertemuan, ke toko-toko buku lalu membawa
segalanya menepi ke tempat di mana hanya ada
kita yang tak perlu dicemaskan.
Sumber: Cinta Tak Pernah Fanatik
(Rua Aksara, 2021)
Epitaf di Batas Kota
Ibe S. Palogai
kota tak pernah mengundang aku berjabatan
saat melintasi jembatan, sarung dan pengalaman ditanggalkan
kuraih juga tangannya karena orang-orang perbatasan mencatat
asal-usul, garis nasib, dan bumbungan rumah
lalu kubentangkan diriku serupa sutra
ketenun diriku yang lain dari benang-benang kesembuhan
tetapi tak ada diri dalam diriku, dalam asal-usul dan garis nasib
tempat leluhur mencari bumbungan rumah keturunan mereka
sarung dan pengalaman kutinggalkan tanpa jalan pulang
untuk menyesal, aku berjalan menyusuri bimbingan kebimbangan
kota tak pernah mengundang aku berjabatan
kuraih juga tangannya karena tangan lain menarik mataku
mendekati jembatan yang lalu kulintasi, kulihat tubuhku
lapuk berdebu dan tak pernah ke mana-mana
aku ternyata di sana selama ini selamanya.
Sumber: Cuaca Buruk Sebuah Buku Puisi
(Gramedia Pustaka Utama, 2018)
Kota Luka
Indrian Koto
di kota ini dulu
aku menangisi kesedihan yang tiba-tiba
mengetuk setiap pintu.
orang-orang kehilangan banyak
aku kehilangan siapa pun.
aku berdiri di jalan
orang-orang berhamburan
seperti gedung yang runtuh
mereka berusaha mendapatkan apa
yang masih bisa mereka miliki
aku melepaskan semua yang kupunya.
bertahun lalu
di sini, aku sempat menyesali
mengapa belum mengenalmu
untuk kubagi banyak luka.
2010
Sumber: Pledoi Malin Kundang
(Gambang Buku Budaya, 2017)
Kota dan Kau
Frischa Aswarini
Kota ini
seperti bibirmu yang ragu
di malam itu
orang datang menitipkan bimbang
ingin mainan sekadar riang
tapi selalu abai begitu usai
(seperti juga pertemuan kita)
jalan ditebalkan
meski tahu akan tenggelam
dan udara jadi asma
menghirup pengapnya sendiri
tak ada yang bertanya
pada pohon-pohon
yang ingin sekadar basah
sebab hujan jarang datang
dan burung-burung tak lagi singgah
siapa yang menyapa sungai
ikan dan batu-batu di situ
selain para pemancing
dan penyair yang merindu
ke manakah anak penjual jagung
dan seorang tua linglung
yang berjalan di ujung
Kota ini
seperti bibirmu yang ragu di malam itu
pengap ingin
namun dingin
Sumber: Tanda bagi Tanya
(Gramedia Pustaka Utama, 2017)
Kota yang Terkunci dari Dalam
Deddy Arsya
Pintu-pintu dari baja
engsel-engsel besar
dan kunci dengan gembok berkarat
dinding-dinding berwarna cokelat
lumut-lumut yang menjalar
dipisahkan oleh gang-gang
sunyi seketika menyergap
suara Anda lama bersipongang
seakan sedang berada dalam gua—atau gulag?
ketika melihat keluar, betapa hidup terasa terpisah dari
keriuhan
bioskop yang ramai, bank-bank berdiri megah
di depan melintang jalan raya yang padat-sesak
kaki lima yang berbiak bagai kurap di kerampang!
kita bagaikan pulau terpencil, kata Anda,
di tengah lautan yang terputus hubungan
hotel-hotel baru, pusat-pusat pertokoan
perumahan orang kaya dan kelas menengah
merebak,
bagai pes
atau cacar
dari abad yang lalu
kita diam bisu
di bawah atap
dilingkup dinding
dingin lindap
alang-alang besi
ruyung-ruyung beton
yang somplak!
Sumber: Penyair Revolusioner
(Grasindo, 2017)
Berilah Aku Kota
Subagio Sastrowardoyo
Pemandangan berulang selalu. Kabut
tipis mengambang di atas dusun. Air gemercik
terbentur di batu. Tanpa berubah.
Lenguh lembu tak bergema dan wajah
kusut terbayang di kolam berkerut.
Aku tak tahan menyaksikan gerak mati.
Aku ingin lari dan berteriak: “Berilah
aku kota dengan bising dan kotornya.
Kembalikan aku ke medan pergulatan mencari
nafkah dengan keringat bersimbah di tubuh.
Aku hanya bisa hidup di tengah masalah! ”
Tetapi suaraku seperti tersumbat
di kerongkongan dan kakiku tak bertenaga
seperti lumpuh.
Aku bisa mati sebelum subuh.
Sumber: Dan Kematian Makin Akrab
(Grasindo, 1995)
Pagi Ini Aku Pulang
Gody Usnaat
pagi ini aku pulang kampung
berjejak di jalan setapak
menyusuri hutan yang berliku
saksikan embun jatuh di bibir daun rumput
kabut tergelincir turun ke lembah
tinggal di kota, aku macam kupu-kupu;
terbang, hinggap dan mengisap nektar pada bunga
mati
tiba di kampung
masih perlukah aku menjelma serangga
yang rumah matanya punya ratusan jendela?
daun telingaku, masihkah utuh terbuka
mendengar warna gerak kampung?
Ubrub, 2018
Sumber: Mama Menganyam Noken
(Kompas, 2020)
Di Tepi Kanal
Ratna Ayu Budhiarti
Di kota ini,
harapan-harapan dikayuh,
berpakansi dengan gondola,
menelusuri jejak masa lalu
Nyanyian gondolier
sekejap dihikmati
Sebentar saja sampai di ujung
dermaga kehidupan
Dikepung aroma amis laut, seseorang
tersesat dengan pikirannya sendiri. Betapa ia
gemar benar menunggui pintu tertutup
sambil mata tetap memindai pintu-pintu lain
yang (mungkin sedang akan) dibuka
Tapi bagaimana jika di sana
tidak Kausediakan pintu, Tuhan?
#RAB, 2018-2019
Sumber: Sebelas Hari Istimewa
(JBS, 2019)
Aku dan Debu
M. Taslim Ali
Aku jelajah ini kota,
simpang-siur jalannya.
Tampak tangis darah dan daging,
mengeluh jatuh ke debu:
Bertemu debu dan debu.
Aku jelajah gunung dan lembah:
debu ngebul dari kakiku.
Mulut bedil dan mortir,
rahang meriam, ngebulkan debu.
Balikkan debu pada debu:
Debu dan debu.
Aku penjelajah gelap dan caya.
Aku debu,
seperti tangis darah dan daging,
seperti debu, keluh kakiku,
Debu takdir, bedil dan mortir.
Sumber: Horison Sastra Indonesia 1
Kitab Puisi
(Majalah Sastra Horison & Kaki Langit, 2002)
Kota yang Berpurapura
Toto St. Radik
siapakah menuliskan namanama Tuhan
di bawah lampulampu yang lucu?
kota terayun dalam mimpi hitam
menjauh dari cahaya sesungguhnya
terperangkap dalam keasingan
sepanjang jalan
Tuhan kehilangan manusia
tak pernah ada perjumpaan
hanya tiangtiang besi
yang berpurapura mengucapkan iman
Serang, 2002
Sumber: Jus Tomat Rasa Pedas
(Sanggar Sastra Serang, 2003)