Unduh artikel disini
Ditulis oleh: Alfan Suseno dan Rizda Choyrin Nizwa
“Batang pulai berjenjang naik, meninggalkan ruas dengan buku. Manusio berjenjang turun, meninggalkan perangai dengan laku.”
Inilah ungkapan singkat yang dalam adat Melayu Jambi dikenal sebagai seloko. Seloko Jambi tersebut berpesan tentang sebuah nasihat yang meminta kita untuk selalu berperilaku baik sesuai dengan adat dan budaya setempat karena kita adalah bagian dari cerita dan setiap cerita adalah bagian dari peradaban. Cerita yang terukir dengan bahasa akan menjadi sejarah yang luar biasa. Oleh karena itu, tinggalkanlah cerita yang baik saja.
Saat ini, setiap kali memiliki cerita unik untuk dibagikan, sebagian dari kita akan membuka gawai, mengunggah sebuah foto, lengkap dengan takarir manisnya di media sosial. Namun, apakah pernah terbayang di benak kita, bagaimana orang terdahulu membagikan ceritanya yang kemudian terukir menjadi sebuah sejarah? Tentu akan sangat sulit untuk mengetahui peradaban yang pernah ada jika hal tersebut tidak pernah terekam setidaknya dalam bentuk tulisan. Sehingga beruntunglah walau saat itu abjad belum disahkan, tetapi di beberapa daerah telah meninggalkan prasasti dan naskah kuno dengan aksara yang patut untuk diwariskan.
Lain padang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya. Begitu juga lain tempat, lain pula pepatah adatnya. Oleh karena itu, tiap daerah memiliki cara sendiri untuk mengabadikan ceritanya, termasuk Provinsi Jambi yang populer dengan sebutan Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, sebuah wilayah yang memiliki sembilan daerah aliran sungai dengan lingkup wilayah adat dan bahasa yang beragam. Provinsi Jambi diketahui memiliki aksara daerah yang berasal dari Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh yang telah tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada tahun 2014 dan dikenal dengan nama aksara Incung.
Dalam bahasa Kerinci, Incung berarti miring atau seperti terpancung. Hal ini sesuai dengan penulisan abjad aksara Incung yang memang ditulis miring. Lahirnya naskah kuno beraksara Incung didasari oleh pemikiran bahwa penting untuk mendokumentasikan berbagai peristiwa kehidupan, mulai dari sejarah hingga cerita hidup dalam bermasyarakat. Naskah-naskah kuno yang terkait dengan penulisan aksara Incung bernilai klasik, baik dari segi bentuk maupun dari segi media serta teknik penulisan yang digunakan. Aksara Incung dibentuk oleh garis-garis lurus, patah terpancung, dan melengkung. Kemiringan garis pembentuk huruf itu diperkirakan mencapai 45˚. Aksara tersebut sebagian besar dapat ditemukan dalam naskah tulisan Incung yang disimpan masyarakat Kerinci sebagai pusaka yang dikeramatkan. Maksudnya, ada mantra-mantra yang tersimpan di dalam naskah tersebut yang menjadi bagian penting dalam kehidupan religi masyarakat Kerinci terdahulu (Setiaji, 2021).
Sebagai bagian dari peninggalan sejarah yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda, sudah menjadi kewajiban untuk melestarikan aksara Incung bukan hanya dari masyarakat yang ada di wilayah Kerinci dan Kota Sungai Penuh saja, melainkan seluruh lapisan masyarakat yang ada di Provinsi Jambi. Namun, untuk melestarikannya, di mana kita dapat melihat dan mempelajari aksara Incung selain di museum? Hal ini yang kemudian menarik perhatian Duta Bahasa Provinsi Jambi Tahun 2023 untuk menyebarluaskan tulisan Incung melalui sebuah formula baru yang tergambar dalam aksi konkret yang dinamai Besanak (Bank Sampah Pelestarian Aksara dan Kebudayaan).
Berawal dari keprihatinan masyarakat akan volume sampah di Kota Jambi yang mencapai 423,45 ton dan dari jumlah tersebut hanya 78% (330,58 ton) sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) Talang Gulo. Sebanyak 22% sampah yang tidak terangkut diindikasikan dibakar atau dibuang di kebun dan tanah kosong milik masyarakat, sebagian kecil dimanfaatkan oleh bank sampah, pengepul sampah dan lainnya. Selain itu, masih banyaknya timbunan dan tumpukan sampah di lingkungan warga dan daerah sekitar tempat penampungan sementara (TPS) juga menjadi permasalahan yang belum teratasi di Kota Jambi. Hal tersebut terjadi karena kurangnya edukasi tentang pemilahan dan pengelolaan sampah, minimnya TPS di lingkungan tempat tinggal, dan kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya. Terlebih lagi, masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar sungai Batanghari yang berkebiasaan membuang sampah ke sungai menyebabkan dampak secara langsung terhadap kesehatan dan pencemaran lingkungan (Hakim, 2022).
Besanak bukan hanya sekadar penamaan biasa, melainkan Besanak hadir dengan nama yang luar biasa sebagai tindakan konkret bahwa duta bahasa memiliki aksi nyata sebagai mitra kerja dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Kantor Bahasa Provinsi Jambi untuk menyosialisasikan seluruh aspek kebahasaan dan kesastraan serta menjaganya agar tidak tergerus oleh peradaban.
Selaras dengan slogan, “Lu punya sampah, lu punya peluang!”, Besanak memoles berbagai limbah kering dari hasil pengelolaan bank sampah untuk dijadikan berbagai produk kriya bermuatan aksara dan kebudayaan, seperti boneka Besanak dengan pakaian khas Jambi yang dilengkapi dengan aksara Incung, batik cetak alam dengan aksara Incung, serta berbagai gantungan kunci yang memuat seloko adat Jambi. Dikemas berbeda dengan membawa unsur pelestarian aksara dan kebudayaan, Besanak adalah contoh konkret bahwa sampah bisa disulap menjadi peluang bagi banyak hal, termasuk untuk mengabadikan cerita dengan aksara. Bank sampah yang terletak di Kelurahan Tengah, Jambi Kota Seberang ini berkomitmen untuk dapat melestarikan peninggalan sejarah yang ada disertai dengan kegiatan ekonomi kreatif yang ramah lingkungan.
Kelurahan Tengah dipilih sebagai lokasi pertama Besanak karena dianggap sebagai wilayah yang rentan terhadap pencemaran lingkungan, mengingat wilayah ini berada di kawasan sungai Batanghari yang masih memiliki beberapa permasalahan sampah. Terlebih, daerah ini belum memiliki bank sampah dan masyarakatnya belum teredukasi dengan baik mengenai pengelolaan sampah. Pemilihan lokasi pertama ini tentunya sudah melalui berbagai survei dan audiensi dengan pemangku kebijakan di lingkungan tersebut. Beruntungnya kegiatan Besanak disambut baik oleh pemerintah dan masyarakat Kelurahan Tengah.
Melalui Besanak, sampah tidak hanya dipoles untuk sekadar menjadi media pelestarian aksara dan kebudayaan atau sekadar melestarikan lingkungan, tetapi juga berharap bahwa dari Besanak bisa tercipta lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan warga, dan menjadi wadah dalam mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan produk yang dapat mengabadikan cerita, memperkenalkan, dan melestarikan budaya lokal. Terlebih, pemanfaatan produk hasil daur ulang sampah yang dijadikan sebagai media pelestarian aksara dan kebudayaan, merupakan sebuah inovasi yang belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga hadirnya Besanak adalah sebuah formula baru yang diyakini mampu mendukung upaya pelestarian kebudayaan menjadi lebih kompleks karena dilakukan oleh, dari, dan untuk masyarakat. Terkhusus lagi, melalui besanak masyarakat akan merasakan dampak dari 6 literasi dasar yang tercakup di dalamnya.
Pada literasi baca-tulis, masyarakat akan dibina untuk terbiasa membaca bahan bacaan tidak hanya seputar pengelolaan bank sampah, tetapi juga membaca bahan bacaan lain yang berkaitan dengan pola hidup bersih dan sehat, cara-cara membuat kerajinan, dan sebagainya. Masyarakat juga dilibatkan secara aktif dalam penyusunan buku panduan Besanak sebagai aktualisasi dari literasi tulis. Melalui pengoperasian bank sampah Besanak, masyarakat akan mengelompokkan sampah dan menghitungnya dengan teliti sebagai bagian dari literasi numerasi. Pada literasi sains, masyarakat dapat mengolah sampah yang awalnya tidak berguna menjadi barang yang lebih bernilai. Berkaitan dengan literasi digital, masyarakat menjadi paham untuk mengoperasikan aplikasi Besanak, mencari referensi, dan sebagai media penjadwalan setor sampah. Hal tersebut juga membuat masyarakat mampu mengelola keuangan dari hasil penjualan produk sebagai cerminan literasi finansial. Tidak hanya itu, sejalan dengan literasi budaya dan kewargaan, secara tidak langsung Besanak juga membuat kebiasaan baru di masyarakat untuk terbiasa mengumpulkan sampah lalu menyetorkannya di bank sampah. Hal ini juga akan menumbuhkan pemahaman bahwa untuk menjaga lingkungan adalah kewajiban kita bersama.
Pada pelaksanaannya, Besanak melibatkan ibu rumah tangga dan anak-anak muda terpilih yang dianggap cakap menjadi pengurus untuk merealisasikan pengolahan sampah menjadi produk bernilai seni. Ibu rumah tangga dipilih karena merupakan tonggak pendidikan pertama bagi anak-anaknya, sehingga diharapkan mampu menanamkan pemahaman karakter dan kecintaan terhadap bahasa dan sastra daerah serta membiasakan pola hidup yang peka terhadap kebersihan lingkungan kepada anak-anaknya sedini mungkin. Selain itu, ibu rumah tangga yang terlibat pada kegiatan Besanak juga diketahui memiliki keaktifan yang baik di berbagai kegiatan pengaderan seperti posyandu. Hal ini menjadi kuat dengan pelibatan anak-anak muda yang memiliki peran vital dalam menyosialisasikan dan memasarkan produk Besanak dengan cara menarik dan kekinian.
Bagai sekuntum bunga mawar yang harum namanya, Besanak mendapatkan kesempatan berkolaborasi tidak hanya dengan pemerintah setempat, tetapi juga dengan bank sampah dan pengrajin daur ulang lainnya untuk mengadopsi konsep pelestarian aksara dan kebudayaan sebagai bentuk diseminasi program Besanak. Tidak hanya itu, duta bahasa bersama pengurus Besanak juga turut merangkul adik-adik di Panti Asuhan Izzati Jannah, Panti Asuhan Umi Ikhlas Jambi, dan beberapa Teman Tuli di Kota Jambi untuk terlibat dalam pembuatan produk Besanak dengan sebelumnya diajarkan tentang cara memoles sampah dengan bahasa dan mengabadikan setiap cerita dengan aksara hingga menjadi produk kriya yang bermanfaat.
Sudah lama masyarakat merasa terganggu dengan sampah. Itu artinya, sudah saatnya kita beralih dari permasalahan sampah yang mengiringi kita selama ini. Kami meyakini bahwa pembinaan literasi yang tercakup di dalam Besanak adalah jawaban dari segala permasalahan. Besanak adalah salah satu wujud konkret bahwa literasi terkait dengan berbagai hal dan bahasa adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan darinya. Melalui bahasa, kita dapat melakukan berbagai inovasi, menemukan sebuah formula yang tidak hanya menjawab permasalahan kesusastraan tetapi juga berdampak pada bidang lingkungan, kesehatan, budaya, hingga ekonomi kreatif. Di era saat ini sudah terlalu biasa jika kita hanya berfokus pada satu hal, perlu sebuah inovasi agar kegiatan yang kita lakukan dapat meraih banyak manfaat. Tepat seperti peribahasa, “Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.” kami meyakini: sekali Besanak, dua tiga permasalahan teratasi. Karena kita besanak, kita semua bersaudara, dan kita akan bersama-sama mengatasi permasalahan yang ada.
Referensi:
Hakim, T. (2022). Evaluasi Pengelolaan Sampah Di Kota Jambi Tahun 2022. Jurnal Arsitektur dan Lingkung Bina. 4(1): 44–55.
Setiaji, D. (2021). Aksara Incung Kerinci Sebagai Sumber Ide Penciptaan Seni Kriya.