Puisi Pilihan 10. Kuintet

KuintetNirwan Dewanto Namaku piano, dan bebilahku lelah oleh jemarimu. Namaku clarinet, dan mulutku mencurigai mulutmu. Aku teramat haus, tapi telingamu hanya menatapku. Baiklah, di bawah sorot lampu akan kupuja sepatumu. Di depan kita, mereka yang hanya membawa bola mata Mengira kita pasangan yang serasi meninggi menari. Tapi namaku biolin, dan betapa dawaiku sudah beruban. Dan…

Puisi Pilihan 9. Pada Sebuah Pulau

Pada Sebuah Pulau Goenawan Mohammad Badai hanya pulang gema, di sini, seperti ratap pulau dari karang-karang kambria yang gelap. Pantai mengangakan rahang, menelan waktu yang datang bertubuhkan gelombang Tanah melulur ekulaptus. Sejarah menembus. Pada batukapur tua ia menyusun sumber itu – yang akhirnya tak ada Beratus tahun kemudian ia pun kembali, jejak, kerak, sisa, tanda:…

Puisi Pilihan 8. Malam Maut

Malam MautToto Sudarto Bachtiar Karena laut tak pernah takluk, lautlah aku Karena laut tak pernah dusta, lautlah aku Terlalu hampir tetapi terlalu sepi Tertangkap sekali terlepas kembali Ah, malam, gumpalan cahya yang selalu berubah warna Beginilah bila mimpi menimpa harapan banci Tak kusangka serupa dara Sehabis mencium bisa mendera Karena laut tak pernah takluk, mereka…

Puisi Pilihan 7. Hara Semua Kata

Hara Semua KataAhmad Yulden Erwin Kesunyian kita Mungkin semacam prasangka Menduga-duga batas Sebelum semua berakhir Seperti letupan-letupan kecil Dan buih samudra, sebelum Sepasang tanda kembali berputar Di luar bahasa, ketika misteri itu Tak lain relung di hati kita Di dalamnya, maut pun lesap Menjelma cahaya Atau, mungkin, benih samsara Di dalamnya, kita akan sehalus sabda…

Puisi Pilihan 6. P.B.

P.B.Frans Nadjira Musim kupu-kupu musim terakhir yang menyapanya sebelum berlayar di laut gerimis. Ia mengenal isak ini warna kemarau dan tepi malam sampai ke batas paling hening. Karena ia peka Dan tak ada saat lewat tanpa menyentuh bahagian paling dingin dari angin bahagian paling asink dari garam ujung lidahnya. Buat kita semua Buat kita yang…

Puisi Pilihan 5. Pulang

PulangJoko Pinurbo Rinduku yang penuh pecah di atas jalanan macet sebelum aku tiba di ambang ambungmu. Kegembiraanku sudah mudik duluan, aku menyusul kemudian. Judul sajakku sudah pulang duluan, baris-baris sajakku masih berbenah di perjalanan. Bau sambal dan ikan asin dari dapurmu membuai jidat yang capai, dompet yang pilu, dan punggung yang dicengkeram linu, uwuwuwu…. Semoga…

Puisi Pilihan 4. Terima Kasih kepada Pagi

Terima Kasih kepada PagiSubagio Sastrowardoyo terimakasih kepada pagi yang membawa nyawaku pulang dari kembara di laut mimpi gelombang begitu tinggi dan bulan yang berlayar tenggelam di kelam badai terenggut dari pantai aku berteriak minta matahari pagi terimakasih jejak kaki masih tertinggal di pasir sepi Sumber: Sastrowardoyo, Subagio. 1995. Dan Kematian Makin Akrab. Jakarta: Grasindo.

Puisi Pilihan 3. Aku Melihat Hutan dalam Puisi

Aku Melihat Hutan dalam Puisi Irma Agryanti tapak kaki pemburu gema penutur suara liar adalah lolong anjing di kebun anggur desis ular menyusup perambah sarang taman kaktus dengan bangku tua di tepi jalan bersama jutaan titik cahaya inikah bahasa dalam bunyi aum? sumur sudah mati tapi dengung memantul-mantul ruang kedap udara rama-rama tersesat ke pinggiran…

Puisi Pilihan 2. Museum Masa Kecil

Museum Masa Kecil Avianti Armand Akhirnya museum itu dibuka kemarin. Tak banyak yang datang, Alamatnya agak susah dicari: Hujan, Gelas Susu Ke-3, satu belokan sebelum pagi. Di dalamnya dideretkan yang hilang dan yang ditemukan dari masa kecil. Sumber: Armand, Avianti. 2018. Museum Masa Kecil. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Puisi Pilihan 1. Lanskap Pantai

Lanskap Pantai Dorothea Rosa Herliany di seberang ombak dalam batinmu : langit-langit dan camar bersatu. nelayan-nelayan di atas sampan dan ikan-ikan di matanya. pada pantai-pantai bertebaran kerang, bangkai-bangkai, dan lumut. gemuruh dan gelisah, kau hikmati cakrawala, dan serakan hidup. di seberang ombak, dalam batinmu, langit dan camar-camar mengusung surat-surat kesedihan. kesunyian tak tertembus jiwa. kesunyian…

Sukma Pujangga

Sukma Pujangga J.E. Tatengkeng O, lepaskan daku dari kurungan, Biarkan daku, terbang melayang, Melampaui gunung, nyebrang harungan, Mencari Cinta, Kasih dan Sayang. Aku tak ingin dipagari rupa! Kusuka terbang tinggi ke atas, Meninjau hidup aneka puspa, Dalam alam yang tak terbatas… Tak mau diikat erat-erat, Kusuka merdeka mengabdi seni, Kuturut hanya semacam syarat, Syarat gerak…

Puisi Wajib

Bila Kabut Berserakan A.A. Navis Akhirnya berserakan juga kabut yang menyungkup yang bertumpuk tertahan di ujung gunung berserakkan dihembus angin balau itu. Dan teranglah lagi siang yang lama gelap serta mentari mengering lumpur jadi debu. Kiranya mentari memberi tanda pada bayangan yang disangsikan — hari sudah tinggi — Biarlah…. Tertegak di persimpangan yang lama membimbang…

Puisi Pilihan 2. Ibu

IbuBuat Ibu yang meninggal 2 Agustus 1952 A.A. Navis Aku tahu, Ibu selagi kau telentang tak bergerak karena sakitmu lapar karena patah seleramu sakit dadamu setiap menelan menambah aus daya tahanmu. Aku tahu, Ibu pada matamu menyinar tawakal dan kasih yang berlimpahan pada kami supaya anak-anakmu jangan berduka karena sakitmu. Tidak, Ibu, tangan kasihmu telah…

Puisi Pilihan 3. Sandiwara Kampungku

Sandiwara Kampungku(Kepada anggota DPR Sumatera Tengah) A.A. Navis Setelah lampu ruangan padam layar dan tirai pun terbuka musik pengiring nyaring bergema gegap gempita suara seragam. Berkat pengantar pembawa acara penonton berkarcis jiwa raga duduk tertib lela bersandar menanti acara yang dijanji benar. Lama kata pengantar selesai sudah sambil menunggu waktu berlalu alunan musik telah ulang…

Puisi Pilihan 1. Kenapa

Kenapa A.A. Navis Tidakkah tuan dengar segala rintih keluh kesah suara serak oleh tangis sepanjang waktu? Tidakkah tuan lihat bangkai hidup tinggal kulit pembalut tulang oleh lapar yang diderita? Dia telah jauh dilamun ombak nestapa sedang tuan bergembira di benua bahagia. Lupakah tuan sumpah dan ikrar kala jabatan mula dipangku membela, menyantun siapa derita? Lupakah…

Puisi Pilihan Festival Musikalisasi Puisi Kantor Bahasa Provinsi Jambi Tahun 2023

  Puisi Pilihan Aku Terus Berjalan Tjak S. Parlan Aku terus berjalan dan merasa belum pernah sampai padamu. Setiap persinggahan adalah siasat menyusun rencana ke jalan-jalan berikutnya. Aku terus berjalan karena yang pernah kita miliki tak akan selamanya menetap. Mungkin tak pernah benar-benar ada tempat pulang bagi yang tak ingin menetap. Aku terus berjalan mungkin…

Sebuah Kota | karya Ahda Imran

Sebuah Kota Kota ini berakhir di sebuah bundaran jalan, di sebuah hotel dengan lampu-lampu kamar yang selalu dipecahkan orang Setiap malam suara-suara lenyap ke arah jembatan, melewati gang dan tikungan jalan. Di depanku, sambil makan siang, televisi membawa mayat bayi yang ditinggalkan di halaman gedung parlemen. Lalu seorang bintang film memenuhi paru-paruku dengan minyak wangi…

Refleksi Kehidupan

Karya: Iriani R Tandy Seandainya resah itu sejenak Kutitip pada semesta Dunia yang mengotakkan kita Pada sudut bentur, sudut tajam Maka aku tengah Berbincang Agar kerut dahi menghilang Sebentar kulupa Hembus angin galak Arus, Mengombak Pada kelok-kelok curam Tajam Mencintai hidup ini dan arti   Kalau saja pikiran mau melepas Melekatkan kebeningan Merajutnya di beranda…